Hay.?

Aku dengan caraku. Karena Aku Berbeda.
Aku Berbeda. Maka Bedakan Aku

Jumat, 30 Mei 2014

PEDANG MILIKNYA

PEDANG MILIKNYA

Sebiluh pedang mengirisku
Pedang bukan logam dan bukan besi
Pedang milik sahabatku
Kini ia sedang menggenggamnya

Mengirisnya diwaktu yang baik
Menancapkannya di tempat yang tepat
Menariknya disaat terasa
Tawa kemenanganpun terukir
Ia teman dan sahabatku
Ia yang ku percaya
Ia yang sangat polos
Dan ia yang sangat tidak mengerti
Ku pandang langit dengan birunya
Kupandang rumput dengan hijaunya
Ku lihat mereka dengan seragamnya
Ku lihat senang dengan tawanya
Ku duduk diatas rerumputan
Ku padukan cerita tentangku
Terlintas banyak waktu
Hingga bulir bening menetes
Kicau burung bersama kawannya
Awan dengan warna abu – abunya
Langit biru tak tampak lagi
Dan hujan turun
Seakan ikut dalam kesedihanku


~Ozoga~

DIA

Dia

Ku tatap sosoknya dari tempatku berpijak
Pandangan tajam mata elangnya
Berdiri tegap dengan wibawanya
Dan ia tunjukkan posisinya

Darinya ....
Kulihat senyum tergores
Kulihat tawa menghambur
Ku lihat raut kebahagiannya

Ku pandang ia dengan kekaguman 
Ku tatap ia dengan rasa ingin tahu
Ku mencoba mendekatinya
Dan kudapati jiwa yang berbeda



~Ozoga~

DIA YANG BERBEDA


DIA YANG BERBEDA
“Alya.?! Berhentilah mengaguminya.!!!” Teriakku di telinga Alya
“Tidak Sa” jawabnya tenang masih tidak mengalihkan pendangannya
Ini untuk sekian kalinya Alya kembali duduk ditaman sekolah hanya untuk menatap sosok yang ia kagumi.
“Alya.?” Panggilku lagi
“Ada apa Sa.?” Tanyanya balik, kini ia melihatku
“Kau tak bosan hanya melihatnya seperti ini terus.?” Tanyaku lagi merasa kasihan dengan Alya sahabatku
“Aku tidak pernah, dan tidak akan pernah bosan melihatnya” katanya kembali berpaling dariku.
“Mengapa kau tak mengatakan kepadanya saja Al.?” aku memberi saran
“Aku wanita Sa” jawabnya lagi
Aku hanya mampu menghela nafas panjang. Alya selalu saja seperti ini, ia terlalu berbeda dari orang yang pada umumnya. Aku tak bisa berbuat apa – apa, aku hanya bisa mendukungnya.
Alya yang cerdas, sederhana, baik, dan pendiam mengaggumi seseorang. Namun ia sungguh berbeda. Tak ada yang mampu melihat hal itu, aku pun tak bisa mengetahuinya kalau saja ia tak memberitahuku. Ia terlalu hebat menyembunyikan segalanya.
Aku selalu percaya dengan Alya, dia selalu berkata jujur kepadaku dan kepada siapapun.
Suatu hari, kenyataan yang aku takutkan terjadi. Dulu pernah terlintas pertanyaan dibenakku. “Apa yang akan terjadi jika sosok yang dikagumi Alya, mempunyai seseorang dibenaknya, mempunyai seseorang yang akan mengisi harinya dan menyapanya disetiap pagi.?”
Kini semuanya benar terjadi, saat aku dan Alya sedang duduk ditaman sekolah. Ku lihat sosok yang dikagumi Alya berpegang tangan dengan seorang wanita cantik. Seketika aku membeku dan ku tatap Alya yang sedang menatap ke arah mereka. Aku lebih terkejut lagi, tak ada air muka kesedihan di wajahnya, tak ada raut tak suka, hanya ada segores senyuman tulus.
“Alya.?” Ke sentuh bahu Alya
“Ya.?”
“Kau tak apa – apa.?” Tanyaku
“Ya. Aku baik – baik saja” jawabnya
“Apa yang akan kau perbuat.? Kini ia telah menjadi milik orang lain.” Kataku pelan
“Menurutmu apa yang harus ku perbuat.?” Ia bertanya balik kepadaku
“Alya.? Jangan bilang …”
“Ya. Aku akan tetap mengaguminya Sasya. Aku akan selalu mengaguminya, bahkan ketika ia milik orang lain. Aku akan mendukung semua yang dilakukannya Sa, aku akan terus tersenyum untuknya, akupun akan tersenyum juga ketika ia tersenyum”
“Alya.? Dia milik orang lain” aku memperingati
“Mengapa Sa.? Aku tak akan mengganggunya, aku juga ikut bahagia ketika ia bahagia. Sa.? Apapun yang terjadi aku akan selalu mengaguminya. Mengaguminya hanya kau dan aku yang tahu.”
“Al. boleh aku bertanya.?” Tanyaku
“Ya”
“Apa yang kau kagumi darinya Al.?”
“Aku mengagumi semua yang ada padanya Sa. Bagiku ia adalah cahaya ditengah kegelapan, dia adalah bintang yang paling terang diantara banyak bintang”
Aku hanya menatap Alya. Aku kagum dengannya. Dia selalu saja berbeda dari yang lain. Aku sangat bangga mengenalnya. Sosok berbeda dalam dirinya dan cara yang berbeda dalam fikirannya.



~Ozoga~



CATATAN DIA

CATATAN DIA
Terkadang aku merasa bosan dengan semuanya, aku bosan dengan hidup. Aku benci duniaku, aku benci takdirku.
Serasa aku hidup sebatang kara, meskipun aku punya orang tua, sahabat, dan teman-teman. Aku hidup diatur oleh waktu, bukan aku yang mengatur waktu. Aku berjalan mengikuti jalan yang sudah di takdirkan untukku, tanpa memilih untuk berbelok. Bahkan melihatpun aku tak sanggup.
Semuanya berawal ketika mereka tak mempercayaiku lagi, ketika ku tau mereka memilihku karena sesuatu yang berbeda dariku, ketika kasih sayang itu lenyap.
Sempat terlintas difikiranku untuk mengakhiri hidup, terlintas dibenakku untuk meninggalkan semua yang ku miliki. Tak ada artinya hidup lagi ketika apa yang mampu membuatku tersenyum dan bertahan telah tiada.
Berhari - hari aku larut dalam fikiranku sendiri, tak seorangpun orang sekitarku yang tahu keadaanku dan segala apa yang ku fikirkan. Hingga ku putuskan untuk tetap bertahan, mencoba untuk menata ulang jalanku.
Beberapa hari telah berlalu, disaat ku rasa aku memiliki dunia baru yang berbeda. Kejadian itupun berulang, hingga akupun kembali terjatuh. Sekuat tenaga aku untuk bangkit namun tak bisa dan fikiran itu kembali menghantuiku. Kini aku tak punya pilihan lagi selain mengakhiri segalanya. Tak ada tempatku untuk bercerita, tak ada orang yang bisa ku percaya lagi dan tak ada yang bisa mempercayaiku lagi. Jadi apa lagi.? Tidak ada pilahan kan.? :'(
Aku duduk merenungi kembali keputusanku, menatap langit - langit kamarku, mengingat - ingat peristiwa yang pernah ku alami dengan mereka yang pernah ku kenal. Hingga air mata tak lagi bisa dibendung. Dan akupun tak mencoba menghentikannya.
Hingga ada satu yang teringat olehku. Ku ingat - ingat seperti apa dia, cara ia melihat, tersenyum, dan bahkan tertawa. Hingga senyumpun ikut tergores. Dan kembali aku mempertimbangkan keputusanku.
Mengapa tidak.?
Hingga ku putuskan, aku punya alasan untuk hidup. Semuanya karna dia. :)
 Jika kau punya sesuatu yang kau benci atau yang kau tak sukai, buatlah satu alasan mengapa kau harus melakukannya dan menyukainya.  

~Catatan Bibie, Ozoga~

Perjalanan II

Manusia itu punya banyak mata, mereka tidak hanya punya 2 mata.
Manusia itu punya banyak telinga untuk mendengar, mereka tidak hanya punya 2 daun telinga. 
Manusia itu punya banyak raga dengan satu jiwa, mereka tidak hanya punya 1 raga 1 jiwa.
Manusia itu punya banyak wajah, mereka tidak hanya punya 1 wajah.



~Ozoga~


Perjalanan I

Janganlah khwatir, setidaknya masih ada aku yang akan selalu mengagumimu. Meskipun Orang - orang berpaling darimu. Aku akan tetap berdiri di sisimu. :)


~Ozoga~

Sabtu, 17 Mei 2014

HANYA SEBATAS ITU

HANYA SEBATAS ITU

Hari itu aku duduk sendiri di taman depan kelas. Ku tatap air mineral kemasan ditanganku. Fikiranku berkecamuk, berbagai hal yang tak bisa ku satukan. Aku masih mengingat dengan jelas bahkan dengan mata tertutup. Ingatan tentang kejadian semalam yang membuatku tak dapat berkata apapun. Hingga sahabatku datang dan membuyarkan ingatanku. Dan ku kembali bercanda dengan sahabatku.
Malam itu aku menemani sepupu yang datang dari kota Makassar. Aku menemaninya ke pantai. Hanya sekedar berjalan – jalan dan menikmati dinginnya udara pantai malam hari. Saat aku sedang meminum jus pesananku, mataku tak sengaja melihat sepasang kekasih. Wajahnya tak jelas karena malam hari. Namun serasa aku sangat mengenal sosok lelaki itu. Ku pamit pada sepupuku untuk membuktikan penglihatanku. Aku berjalan dengan pelan dan ku berdoa dalam hati.
“Tuhan, ku harap itu bukan dia” kataku dalam hati
Aku terus melangkah hingga ku sampai tepat di hadapan laki – laki itu. Aku terkejut, begitupun dengan dia.
“Hai. Ren.?” Sapaku dengan tetap tegar
“Lita” Rendra berkata dengan gugup bagitu pula dengan gadis di sebelahnya ketika mendengar namaku.
“Bareng siapa Ren.?” Aku kembali bertanya
“Bareng Synta, Lit. Kamu lagi ngapain disini.?” jawab Rendra
“Lagi nemenin sepupu jalan – jalan” jawabku jujur
“Oh gitu” Rendra menimpali ucapanku
“Ok. Maaf yah ngeganggu. Aku kesana dulu yah” pamitku dengan menunjuk sepupuku yang sedang menunggu.
Aku pergi tanpa menunggu jawaban Rendra. Tak lama setelah duduk kembali Rendra menghampiriku.
“Lit. boleh bicara bentar nggak.?” Tanya nya hati – hati
Aku melihat ke arah Mira sepupuku. Mira mengangguk. Aku berdiri dan berjalan sedikit menjauh dari sepupuku. Aku duduk di salah satu meja. Rendra memulai percakapan.
“Lit. aku minta maaf yah.?”
“Maaf untuk apa Ren.?” Aku berkata dengan sekuat tenaga ku tahan air mataku
“Maaf untuk segalanya Lit” Rendra tertunduk
“Nggak apa – apa kok Ren. Aku ngerti kok” kataku kembali. Aku masih mencoba untuk tidak menangis dihadapan Rendra
“Aku benar – benar minta maaf yah, Lit.?” Rendra kembali minta maaf
“Iya. Nggak apa – apa kok Ren. Ok. Hubungan kita sampai disini Ren” kataku masih dengan menahan tangisku yang ku rasa sebentar lagi akan pecah
“Iya Lit. Ku harap kau jangan marah terhadapku” kata Rendra menatapku. Untung saja malam hari, sehingga tidak mudah bagi Rendra melihat raut wajahku.
“Nggak ada alasan Ren buat aku marah sama kamu” timpalku
“Thanks yah, Lit.?”
Aku mengangguk. Semakin lama aku disini semakin aku tak bisa menahan tangisku lagi. Akhirnya aku memutuskan untuk pamit.
“Ren, aku pergi dulu yah. Sepupu aku menunggu” pamitku seraya berdiri
“Ok Lit.”
Aku berjalan kembali menuju tempat sepupuku sedang duduk.
“Bagaimana.?” Tanya Mira
“Udah selesai kok” jawabku seadanya
“Gimana.?”
“Putus”
“Yah. Udah yang sabar aja yah.?” Hibur sepupuku
“Iya”
Aku kembali terdiam. Lama kami duduk diam, akhirnya kami memutuskan untuk pulang.
Keesokan harinya. Di sekolah, sikapku tak berubah aku tetap menunjukkan sisi ceriaku, aku tak ingin teman – teman mengetahui masalahku, aku tak ingin dianggap lemah.
Seminggu telah berlalu. Hingga kini belum ada yang mengetahui masalah putusku dengan Rendra. Bahkan teman dekatku Ririn dan Elsapun belum mengetahuinya.
Suatu hari aku duduk ditaman depan kelas bersama Ririn dan Elsa. Berbagai cerita lucu dan konyol terlontar dari mulutku. Hingga sakit perut melandaku di karenakan terlalu banyak tertawa. Ririn dan Elsa juga tertawa namun tak seperti biasanya. Aku merasa heran juga, namun ku abaikan perasaan itu. Setelah lelah tertawa akupun terdiam mengatur nafasku yang belum teratur akibat tertawa.
“Lit.?” Ririn memanggilku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan
“Ya.?” Aku menjawab namun masih dengan senyum yang belum hilang
“Aku salut sama kamu” Kata Ririn tertunduk
“Maksudmu.? Hahaha. Karna aku hebat ngelawak gitu.?” Kataku dengan tertawa
“Apa.? Nggak salah Lit.? emangnya apa yang mau dibanggakan dari hebatnya kamu ngelawak.?” Kata Elsa yang ku rasa ia berkata sinis
“Yah terus apa.?” Tanya ku dengan raut wajahku yang kini berubah menjadi serius
Keduanya terdiam. Aku juga menunggu mereka.
“Aku salut sama kamu Lit. Aku bangga sama kamu. Kamu hebat” kata Ririn yang ku lihat ada air yang menggenang di pelupuk matanya
“Alasannya.?” Tanyaku masih dengan raut seriusku
“Kami udah tau Lit. seminggu yang lalu kau putus dengan Rendra” kata Elsa juga yang berbicara dengan suara yang sudah mulai berubah
Aku tertawa.
“Ya ampun. Aku kirain apa. Aduh nyantai ajalah” kataku masih dengan tawaku
“Makanya Lit. aku bilang kamu hebat. Kamu bisa mengatasi masalahmu sendiri, kamu bisa kuat, kamu hebat. Kamu tidak mengikut sertakan kami dalam masalahmu.” Ku liht air mata mentes dari mata Ririn.
“Nggak usah sedih gitu deh Rin. Udahlah, yang lalu biarlah berlalu” Kataku sambil memegang pundak sahabat ku Ririn
“Maafkan kami Lit. Kami masih belum bisa mengenalmu, kau lebih banyak tahu tentang kami. Di saat kami punya masalah, kau selalu menjadi orang yang pertama menyadarinya, sedangkan disaat kau punya masalah, kami tidak menyadarinya” Elsa pun ikut terbawa suasana sedih yang diciptakan Ririn
“Sudahlah. Aku tidak apa – apa. Mungkin saja Rendra bukan yang terbaik untuk aku, dia hanyalah pelengkap ceritaku” kataku mencoba menahan tangisku
Ririn dan Elsa memelukku. Air mataku tak dapat ku bendung lagi.
“Maafkan aku sahabat. Bukan ku tak ingin bercerita kepada kalian, tetapi aku tak suka terlihat lemah di hadapan siapapun” kataku masih dalam pelukan sahabatku.
Hari terus berlalu, luka yang ditinggal kan Rendra di hatiku perlahan terobati. Semuanya berkat kehadiran sahabat – sahabatku yang selalu mendukungku.
Satu tahun telah berlalu. Kini kami duduk dikelas 2 SMA. Aku sudah sembuh dari luka buatan Rendra. Kini aku lebih fokus dengan sekolahku. Hingga suatu hari sewaktu pulang sekolah aku melihatnya.
Saat itu aku sedang menunggu jemputanku. Aku berdiri depan gerbang sekolah. Sahabatku telah pulang lebih dulu. Awalnya Elsa ingin menemani ku namun papanya punya urusan lain, jadi aku ditinggal sendiri. Saat itu iya sedang berjalan dengan temannya. Aku berbalik ke arahnya dan saat itu iapun melihatku. Aku tersenyum, ia juga membalas senyumku.
Sesuatu yang aneh ku rasakan. Namun ku tepis perasaan itu. Dan tak lama setelah ia berlalu, mamapun datang.
“Maaf yah sayang mama telat ngejemputnya” kata mama saat aku sudah duduk di jok depan di sebelah mama.
“Nggak apa – apa kok ma” jawabku
Perjalanan pulang aku hanya diam. Fikiranku kembali kepada kejadian tadi.
Keesokan harinya disekolah. Aku dan sahabatku duduk di taman sekolah.
“Tak terasa yah Lit” Ririn membuka pembicaraan
“Apaan Rin.?” Tanyaku pada Ririn
“Nggak terasa yah Lit, udah setahun kau putus dengan Rendra” Ririn menyambung perkataannya
“Iya yah. Nggak terasa” aku menimpali
Tiba – tiba ku lihat dia yang kemarin melintas dengan temannya.
“Rin,? El.? Kau kenal dengan orang yang disana.?” Tanyaku pada Ririn dan Elsa dengan melihat ke dia yang kemarin
“Yang mana Lit.?” Tanya Elsa
“Yang tinggi itu loh, yang pakai sepatu warna hitam biru” kataku
“Kak’ Aldi.?” Tanya Elsa padaku
“Namanya kak’ Aldi.? Kau mengenalnya.?” Tanyaku balik pada Elsa
“Tentu saja Lit. Siapa coba yang tidak kenal kak’ Aldi.?” Kata Elsa sambil memuja yang namanya kak’ Aldi itu.
“Buktinya aku tidak mengenalnya El” kataku melotot pada Elsa
“Yah karna kau terlalu menutup dari kehidupan sekitarmu Lit” Ririn juga mulai angkat bicara.
“Yah. Ok. Sekarang coba kalian jelaskan, mengapa kalian mengenal mereka.?” Tanya ku pada sahabatku
“Hey Lit. Itu kakak kelas yang paling keren menurut aku” kata Elsa masih dengan memuja kak’ Aldi
“Alasannya.?” Tanyaku lagi
“Lit.? Nggak ada cewek yang nggak suka dengan kak’ Aldi. Nggak ada orang yang nggak tergila – gila ngeliat kak’ Aldi” kata Elsa berbicara dengan kekaguman
“Nggak usah segitunya deh El, buktinya Elo, gue, dan Lita nggak suka tuh sama kak’ Aldi” Kata Ririn angkat bicara
“Yah, karna kita adalah kumpulan cewek tertutup dan selalu setia” kata Elsa memuja kami
Yah, seperti itulah. Elsa dan Ririn termasuk orang – orang yang setia. Buktinya Ririn masih dengan Rio pacarnya sejak kelas 2 SMP. Dan Elsa dengan kak’ Denis sejak pertama kali masuk SMA. Dan aku menutup diri sejak putus ku dengan Rendra yang sekarang ku dengar Rendra masih bersama Synta.
“Lit.?” Elsa membuyarkan lamunanku
“Ya.?” Jawabku
“Kau kenal kak’ Veby.?” Elsa bertanya kepadaku
“Yah. Kak’ Veby yang kelas XII IPA plus.?” Tanyaku balik
“Ya. Kak’ Veby sekelas kak’ Denis dan kak’ Aldi” Jawab Elsa
“Truss.?” Aku kembali bertanya
“Dan kau tahu Lit. Kak’ Veby pernah menyatakaan perasaannya kepada kak’ Aldi” kata Elsa dengan kekaguman
“Benarkkah.? Bukannya kak’ Veby itu pintar, cantik. Mengapa iya harus seperti itu” kataku terkejut
“Yah, seperti itulah kak’ Aldi. Dan lebih parahnya lagi Lit, kau tahu kak’ Aldi menolak kak’ Veby” Elsa bebicara sangat heboh
“Nggak usah heboh gitu deh El” kata Ririn memperingati
“Wow. Benar – benar yah kak’ Aldi. Kok bisa nolak kak’ Veby” kataku masih dengan keterkejutanku
“Yah. Begitulah kak’ Aldi. Hingga sekarangpun iya belum memilki kekasih” kata Elsa
“Yang benar.? Kok bisa sih.?” Tanyaku heran
“Nggak tau juga sih Lit. Tapi rumor sih bilang, Kak’ Aldi masih sayang sama mantan pacarnya waktu SMP” Elsa menjawab pertanyaanku.
“Tipe setia banget yah” kataku dengan kagum
Kamipun terdiam. Tak lama Kak’ Denis menghampiri kami.
“Uhuuukkk” Aku pura – pura terbatuk. Kak Denis langsung mencubitku
“Apaan sih.?” Katanya tersenyum
“Enak yah Rin, kalau pacar sekolahan” kataku mennggoda kak’ Denis dan Elsa
Elsa ikutan mencubitku.
“Jail amet sih” kata Elsa malu – malu.
Aku dan Ririn tertawa.
“Tumben banget sih kak’ nggak bawa pasukan” kata Ririn
Aku terdiam. Kini gilaranku dijaili.
“Iya kak’. Kak’ Ben kemana.? Tumben nggak ada” Elsa juga ikutan
“Nggak mau ikut katanya dek. Habis nggak ada respon dari orangnya sih” kata Kak; Denis sambil tertawa melihatku
“Yee. Habis kak’ Ben nya sih, nggak asik” kataku ikutan dengan candaan kak’ Denis dan sahabatku
Kamipun bercanda dan tertawa. Begitulah kami. Kak’ Denis sangat menyayangi Elsa begitupun Elsa. Ririn dan Rio berbeda sekolah, namun tidak membuat hubungan mereka hancur. Rio sangat perhatian. Pokoknya aku bangga dengan sahabatku, aku senang karena mereka mendapatkan orang – orang yang tepat.
Hari semakin berlalu. Sekarang aku menyadari bahwa aku menyukai kak’ Aldi. Namun belum ku beritahukan kepada siapapun termasuk juga sahabatku.
Saat aku dan sahabatku makan dikantin sekolah. Kak Aldi melintas. Aku tersenyum kepadanya dan iapun membalas senyumku.
“Lit.?” Elsa memanggilku
“Ya.?”
“Tadi malam ada yang minta nomor ponselmu.?” Elsa mengaku
“Truss kau berikan.?” Tanyaku
“Iya. Sorry yah.?”
“Ok. Nggak apa – apa. Emang siapa.? Tumben, biasanya kau meminta izin ku dulu” kataku merasa heran namun tak apalah
“Kak’ Aldi” Jawab Elsa
Aku dan Ririn terkejut. Aku terdiam.
“Yang benar El.?” Tanya Ririn melotot kea rah Elsa
“Bener Rin” jawab Elsa
“Tumben banget El. Belum pernah tuh aku dengar kak’ Aldi minta nomor ponsel orang” kata Ririn dengan kehebohannya
“Makanya Rin. Aku heran, tanpa pikir panjang langsung ku beri saja” kata Elsa juga dengan keheranannya
“Tapi El, kok kak’ Aldi bisa tau nomor mu.?” Tanyaku heran
“Kan udah lama Lit. Kak’ Aldi kan anggota club basket, temannya kak’ Denis” kata Elsa mengingatkanku
“Oh ya.? Aku tidak tahu” kataku cuek
“Ya. Benar juga” kata Elsa malas dan kembali menyantap makanannya
Malam harinya. Saat aku sedang mengerjakan tugas Fisika. Ponselku berdering. Ada pesan masuk. Ku buka pesan masukku. Nomor baru yang tidak ku kenali.
From : 082234xxxxxx
Hy dek.?
Pesan dari nomor tak ku kenali. Saat aku akan menyimpan kembali ponselku, aku teringat dengan pembicaraan ku dengan sahabatku tadi di kantin sekolah. Akupun membalas pesan itu.
To : 082234xxxxxx
Iya.Maaf.? Siapa.?
Selang beberapa menit aku mendapatkan balasannya.
From : 082234xxxxxx
Kak’ Aldi. Temannya Denis.
Dan ternyata dugaanku benar. Akhirnya percakapan itupun terus berlanjut.
Sejak saat itu aku mulai dekat dengan kak’ Aldi. Tak jarang kak’ Aldi juga ikut gabung ngumpul bareng aku dan sahabatku, dan tentu saja kak’ Denis juga.
Akhir – akhir ini aku rentan sakit. Ku rasa aku mudah lelah. Memangsih ini sudah lama terjadi namun dulu tak sesering sekarang. Ririn menyadari hal itu namun ku sangkal dengan berbagai alasan. Mama juga menyadari perubahanku, karena aku mudah lelah, sakit kepala, mual, dan lainnya. Mama menyarankan aku untuk chek up. Awalnya aku tak mau. Aku takut jika aku di vonis dokter. Namun mama terus membujuk dan mendorongku. Akhirnya aku mengikuti saran mama. Setelah diperiksa, hasilnya belum keluar, Dr. Eris langganan mama meminta kami untuk datang dua hari kemudian.
Hal ini tak ku ceritakan kepada siapapun. Aku juga meminta mama merahasiakannya dari siapapun. Dua hari kemudian aku dan mama mengambil hasil tes ku. Dan kini ketakutanku menjadi kenyataan. Aku divonis dokter kanker otak stadium akhir. Aku terkejut namun ku coba untuk tetap kuat. Saat aku pulang tak ada satu katapun yang terlontar dari mulutku begitupun dengan mama.
Malam harinya saat aku akan tidur mama menghampiriku.
“Udah tidur sayang.?” Mama mengintip dari pintu kamarku yang terbuka sedikit
“Belum ma” jawabku
“Mama, boleh tidur bareng kamu.?” Tanya mama lagi
“Iya ma” aku menjawab
Mama menghampiriku dan tidur disebelahku. Mama memelukku. Aku menangis, namun tak ada suara. Dan ku dengar pula isak mama.
“Sayang yang sabar yah.?” Mama mengelus pundakku
“Iya ma. Mama juga jangan sedih yah.?” Kataku pada mama dan masih dengan posisi membelakangi mama.
“Kamu sudah minum obat sayang.?” Mama kembali bertanya
“Iya ma. Kok obatnya banyak yah ma.?” Kataku sedih, kini tak dapat ku sembunyikan lagi tangisku.
Mama menangis. Lama.
“Mama, jangan cerita penyakitku pada siapapun yah ma.? Terutama pada sahabat – sahabatku dan kak’ Aldi” pintaku pada mama
“Kenapa sayang.?” Mama heran
“Aku tidak suka ma, terlihat lemah dihadapan mereka. Aku tidak suka dikasihani. Aku tidak suka dianggap lemah. Cukup di depan mama saja aku terlihat lemah” jelasku pada mama yang ki tak kubelakangi lagi
Mama mengiyakan permintaanku yang perkataannya hampir tak terdengar akibat tangis. Ku hapus air mata mama. Mama memelukku. Aku tenggelam dalam pelukan mama hingga pagi tiba.
Sekolahku berjalan seperti biasanya. Kini telah seminggu berlalu. Di hari minggu Ririn, Elsa, Rio, Kak’ Denis, dan kak’ Aldi datang ke rumahku. Kami berencana ngumpul dan bercerita. Lama kami bercerita, mama sudah membuatkan kami cemilan.
“Lit.?” Ririn memanggilku
“Ada apa.?” Tanyaku
“Laptop kamu mana.?” Ririn bertanya lagi
“Dikamar. Ambil aja” jawabku
Ririn berjalan menuju kamarku. Setelah dari kamar ku lihat raut wajah Ririn berubah dan ku tepis perasaanku. Mungkin hanya perasaanku saja.
Setelah lama. Rio, Kak’ Aldi, dan Kak’ Denis pulang. Aku mengantarnya hingga gerbang depan bersama Elsa. Sedangkan Ririn menungguku dikamarku.
Saat aku masuk ke kamar bersama Elsa. Ku lihat Ririn duduk ditempat tidurku dengan air mata. Dan ku lihat apa yang di pegangnya, seketika aku pucat.
“Ada apa Rin.?” Tanya Elsa heran, melangkah masuk kedalam kamar dan menghampiri Ririn. Aku masih terdiam berdiri dipintu kamarku.
“Lit. please. Jelaskan apa ini.?” Ririn meminta penjelasanku dengan obat – obatanku di acungkannya dan dengan tangisnya.
Aku menghampiri sahabatku. Elsa masih bingung. Ia masih belum menyadari keadaan.
“Maaf, Rin. Bukan aku ingin menyembunyikan semuanya dari kalian. Tapi aku punya alasan, dan ku harap kalian bisa memahamiku” kataku sambil duduk dimeja belajarku.
“Obat apa ini Lit.? kau Sakit.?” Elsa yang mulai menyadari perkataanku kini mulai menangis
“Maaf El” Aku berkata dengan kepala tertunduk.
“Kau sakit apa Lit.?” Ririn kembali bertanya, kini tangisnya semakin menjadi.
“Kanker otak stadium akhir” kataku masih dengan kepalaku tertunduk.
Elsa dan Ririn terkejut dan kemudian mereka menghampiriku dan memelukku. Kamipun tenggelam dengan tangis yang baru saja kami ciptakan.
Setelah tangis kami redah kami duduk di tempat tidurku.
“Sejak kapan Lit.?” Ririn menanyakan penyakitku
“Nggak tau Rin. Aku baru tahu seminggu yang lalu” Ungkapku jujur
“Dan lagi. Lagi. Kami tak menyadarinya Lit” Elsa kembali menyalahkan diri
“Sudahlah. Dan aku minta sama kalian, jangan beritahu siapapun yah.? Terutama kak’ Aldi” pintaku pada sahabatku
“Kenapa.?” Tanya Elsa
“Aku tidak ingin mereka ikut larut dalam kesediahanku. Dan lagi aku punya alasan El” jelasku pada sahabatku
“Ok. Kami mengerti Lit. kami akan merahasiakannya” Ririn menjawab permintaanku
“Lit.? kau suka kak’ Aldi.?” Tanya Elsa
“Jawab jujur Lit” pinta Ririn
Aku merasa wajahku panas, namun aku akan berkata jujur. Aku tidak akan merahasiakannya lagi pada sahabatku.
“Yah. Aku menyukainya. Sangat. Sangat. Sangat. Menyukainya” Ungkapku jujur
Kedua sahabatku tersenyum mendengar penuturanku.
“Sejak kapan.?” Tanya Elsa
“Sejak pertama kali ku lihat dia di depan gerbang sekolah” jawabku
Kedua sahabatku kembali memelukku.
“Aku senang mendengarnya Lit” kata Ririn
“Jangan beritahu kak’ Aldi yah.?” Pintaku lagi
“Ok” jawab kedua sehabatku
Seminggu berlalu. Suatu ketika. Aku, sahabatku, kak’ Denis, dan kak’ Aldi sedang ngumpul ditaman kak’ Aldi menyatakan perasaannya kepadaku. Dihadapan semuanya.
“Lit.? Maukah kau menjadikanku orang yang berbeda dikehidupanmu.?” Tanya Kak’ Aldi padaku. Awalnya aku tidak mengerti. Lama ku cerna perkataan kak’ Aldi.
“Lit.? Bisakah aku menjadi orang special di hari – harimu.?” Tanya kak’ Aldi lagi
Aku terdiam. Semuanya juga terdiam. Mereka tidak menyangka kak’ Aldi sehebat dan sekeren ini.
Lama mereka menunggu jawabanku. Hingga ku menjawab …….
“Kak’.? Aku minta maaf. Aku tidak bisa. Aku menyukai seseorang” Jawabku berbohong.
Semua orang terkejut dengan perkataanku. Elsa ingin angkat bicara namun dihentikan oleh Ririn.
“Siapa dek.?” Tanya kak’ Aldi dan ku dengar suara itu berubah
Aku hanya terdiam.
“Baiklah dek, kalau kau tak ingin menjawab. Terima kasih atas jawabannya. Aku terima kok” kata kak’ Aldi. Yang kemudian berdiri dan pergi.
“Maaf kak’, aku bukan tidak menyukaimu, namun aku tidak bisa menerimamu dengan keadaanku yang sekarang” kataku dalam hati sambil melihat puggung kak’ Aldi semakin menjauh.
Kak’ Denis juga pamit. Ia mengejar kak’ Aldi. Setelah keduanya pergi. Elsa langsung menghantamku dengan pertanyaan.
“Kenapa Lit.? Ada apa.? Kenapa kau menolaknya.?” Kata Elsa memegang kedua lenganku
“Sabar El. Lita pasti punya alasan” kata Ririn menenangkan Elsa
“Maaf. Aku benar – benar minta maaf” kata ku tertunduk
“Ok. Lita. Kau tak perlu meminta maaf kepada kami. Itu hakmu. Kami tidak memaksamu. Kami hanya ingin alasanmu” kata Ririn lembut
“Pantaskah aku menjadi kekasihnya, El. Rin.? Dengan keadaanku yang sekarang.? Bisakah aku mendampinginya.? Dapatkah aku membahagiakannya.? Jika suatu saat nanti terjadi sesuatu denganku, tidakkah dia akan terluka banyak.?” Kataku dengan bercucur air mata. Elsa dan Ririnpun menangis. Mereka menunduk.
“Lit. bukannya sekarang kak’ Aldi sudah sakit.?” Elsa kembali bertanya
“Aku tahu El. Tapi bukannya lebih baik iya sakit sekarang daripada nanti.? Bukannya ia lebih baik sakit diawal dari pada diakhir.?” Tanya ku balik
Kami semua tertunduk.
“Aku masih belum bisa menerima keputusanmu Lit” kata Elsa
“El.? Jika hal seperti inipun terjadi kepadaku. Aku juga akan mengambil keputusan seperti Lita” kata Ririn
“Kenapa.?”Elsa kembali bertanya
“El. Semua orang ingin membahagiakan pasangannya. Semua orang ingin selalu melihat pasangannya tertawa. Semua orang tidak ingin melihat pasangannya sedih dan larut dalam kesedihan dan penderitaan yang dialaminya.” Tutur Ririn pada Elsa
Elsa terdiam. Ia memikirkan perkataan ku dan Ririn.
“Ok. Aku mengerti sekarang Lit. Maaf yah aku tidak cepat memahami.?” Pinta Elsa padaku
“Iya. Nggak apa – apa. El” kataku dengan senyum
Kini semuanya berakhir. Itu keputusanku. Aku sangat menyukai kak’ Aldi. Sangat. Sangat. Menyukainya, namun ku tak bisa menjadikannya kekasihku. Aku akan menjadikannya sahabatku dengan rasa yang berbeda. Hubunganku dengan kak’ Aldi sebagai sahabat. Hanya Sebatas Itu. :)



~ S E L E S A I ~




~Ozoga~