I
BELIEVE HE IS DIFFERENT (Part III)
“Aku
senang bisa membuat orang yang mencintaiku bahagia. J”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”
teriaknya keras
Secepat
mungkin ku jauhkan ponselku dari telinga. Kak’ Arya berteriak marah. Yah malam
ini aku memberitahukan kepada kak’ Arya perihal jadiannya aku dengan Deni. Aku
sudah siap dengan berbagai omelan kak’ Arya.
Kak’ Arya : “100
persen bercandamu tidak lucu Tasya”
Tasya : “Kak
Arya masih tidak percaya.?”
Kak’ Arya : “Yah.
Kau pasti bercanda dek”
Tasya : “Tidak kak’ Arya. Aku tidak sedang
bercanda. Apakah masalah hubungan adalah bahan untuk bercanda kak’.?”
Sesaat kak’ Arya terdiam. Aku juga
diam, menunggunya.
Kak’
Arya : “Betulkah
itu dek.?”
Tasya
: “Iya
kak’.”
Kak
Arya : “Tapi
kenapa dek.?”
Tasya : “Maaf
kak’.”
Kak’
Arya : “Apa
yang membuatmu memilihnya dibanding aku dek.?”
Tasya : “Kak.?
Aku benar – benar minta maaf kak’.”
Kak’
Arya : “Apakah kau mengenal dia lebih
dulu dibanding aku.?”
Tasya : “Tidak
kak’. Aku lebih mengenal kakak lebih dulu”
Kak’
Arya : “Lalu
kenapa kau lebih memilihnya dek.?”
Tasya : “Aku
minta maaf kak’.”
Kak’
Arya : “Berhentilah
meminta maaf dek. Kau telah menyakitiku”
Tasya : “Kak.?”
Kak’
Arya : “Aaaaaaaaaa.
Tega kau dek”
Tasya : “Aku
sungguh minta maaf kak’.”
Kak’
Arya : “Sudahlah
dek. Aku butuh waktu untuk menerima kenyataan ini dek”
Tasya : “Maaf kak.”
Telfonpun terputus.
Yah,
apa yang bisa ku perbuat. Itulah kenyataanya, bahwa aku tidak sendiri lagi. Aku
sekarang milik seseorang dan itu adalah Deni. Sebuah kenyataan yang tak bisa di
pungkiri. Setelah memberi tahu kak’ Arya, aku menuju ruang makan. Mungkin
karena rasa takut aku menjadi lapar. Ahhh. Sungguh sesuatu yang berbeda.
Setelah
selesai makan aku menuju kamar. Ku lihat ponselku. Ternyata ada pesan dari
Deni.
From : Manusia aneh (Yah
begitulah, aku belum merubah nama Deni di ponselku)
Bagaimana kabarnya.? Udah makan
belum.?
Aku
tersenyum membaca pesan Deni. Aneh juga rasanya, tapi ku anggap itu mungkin
wajar.
To : Manusia Aneh
Alhamdulillah baik kak’.? Kitanya
bagaimana.? Udah.
Yah
aku mencoba untuk bersikap sopan kepada Deni.
From : Manusia Aneh
Ganjal juga, kamu sms kayak gitu.
Tapi tak apalah dek.
Aku
tersenyum membaca pesan Deni. Ternyata dia juga merasa berbeda. Sms itupun
berlanjut hingga aku tertidur.
Hari
terus berlanjut, sudah seminggu aku menjalin hubungan dengan Deni. Tak ada
pertengkaran yang bagitu hebat selama aku pacaran dengannya. Deni selalu saja
mengalah setiap aku mulai membesar – besarkan suatu masalah yang tidak perlu
dibesar – besarkan. Aku merasa tidak ada nada dalam hubunganku. Semuanya
berjalan lurus dan mulus. Hubungan yang benar – benar tidak menyenangkan. Malam
harinya. Aku menelfon Deni.
Tasya
: Assalamualikum
kak.
Deni : Waalaikumsalam
dek.
Tasya : Lagi
ngapain kak.?
Deni : Lagi
belajar dek. Besok ada test.
Tasya : Sibuk
yah kak’.?
Deni : Yah
seperti itulah mungkin dek. Nggak apa – apa kok.
Aku diam mencari permasalahan.
Tasya : Kenapa
sih Den.?
Deni : Ada
apa Tasya.?
Tasya : Kamu
selalu sibuk belajar. Kapan kamu punya waktu buat aku. (Aku
hanya mencari – cari masalah, seingatku Deni selalu meluangkan waktunya untuk
ku)
Deni : Sepertinya aku selalu meluangkan
waktuku untukmu Tasya. Malam ini aku harus belajar, ada banyak test besok.
Tasya : Ahh.
Kau selalu punya alasan. Kau tidak sadar Den,
kau terlalu sibuk.
Deni : Ok.
Ok. Maaf. Mulai sekarang aku akan menyitakan waktuku lebih banyak untukmu.
Tasya : Ahh.
Kau mulai lagi. Kau selalu meminta maaf. Ku rasa tidak ada nada dalam hubungan
kita. Kau selalu saja meminta maaf. Aku bosan Den.
Deni : Kan
aku salah Tasya, jadi aku harus meminta maaf. Lalu aku harus bagaimana.?
Tasya : Ahhhh.
Kau selalu saja seperti ini Den.
Deni : Bicaralah
dengan bahasa yang bisa ku mengerti Tasya. (Suara Deni melembut)
Tasya : Mungkin ini yang terbaik Den. Lebih baik
kita akhiri hubungan ini.
Deni : Hmmm.
Kau yakin Tasya.? (Suara Deni semakin merendah)
Tasya : Ya.
Maafkan aku Den. Aku tidak ingin menyakitimu terlalu lama. Maaf Den. Aku masih
belum bisa melupakannya.
Deni : Tasya.?
Jangan jadikan hal itu sebagai alasan Tas. Aku tidak pernah tersakiti.
Tasya :
Tapi aku selalu merasa bersalah Den. Aku tidak bisa terus seperti ini.
Deni : Ok
Tasya. Maafkan aku yang membuatmu tersiksa. Baiklah beri aku waktu untuk
mencerna apa yang terjadi malam ini. Assalamualaikum.
Sambungan
itu terputus sebelum aku menjawab salamnya. Aku sangat merasa bersalah tapi aku
juga tidak bisa terus membohonginya. Aku tidak bisa terus saja berpura – pura
menyukainya. Batinku menolak semuanya.
Keesokan
harinya, aku berangkat sekolah. Setelah kejadian semalam, hari ini aku sangat
bahagia seperti aku bisa lebih bernafas sepuasnya tanpa harus bersandiwara
terus.
Setelah
beberapa hari, Deni kembali menghubungiku. Semuanya berjalan seperti semula
meskipun sedikit ada rasa canggung namun hari terus berlalu dan kecanggungan
itu lenyap. Aku kembali akrab dengan Deni tapi tidak dengan status berpacaran.
Hari terus berlalu, aku mulai mengabaikan masalah perasaanku terhadap Rendra.
Aku lebih giat belajar. Hingga temanku ku heran melihatku belajar seperti orang
yang haus pelajaran. Namun aku mengabaikan semuanya.
Hingga
pada bulan januari, Deni meminta balikan denganku. Setelah aku berfikir selama
satu minggu. Tanggal 25 Januari aku memutuskan untuk kembali pada Deni. Dari
suara Deni, aku sengat mengetahui bahagianya ia. Dan akupun ikut tersenyum,
Setidaknya aku bisa membahagiakan orang yang mencintaiku. Aku sudah lelah
mengejar sesuatu yang tidak pasti, kini saatnya aku untuk duduk tenang.
Seperti
pertama kali, usia hubunganku dengan Deni hanyalah seminggu. Yah,
permasalahannya seperti dulu lagi, jenuh. Namun aku tetap berhubungan dengan
Deni. Bukannya semakin menjauh tapi semakin dekat.
Pada
tanggal 13 Februari aku ke Makassar. Valentine ku rayakan bersama keluarga besar
mama di Makassar. Malam valentine ku rayakan bersama deni dan sepupuku. Malam
itu Deni menjemputku ia datang dengan sepupuku Mas Rio dan tante kecilku mbak
Ririn. Kami jalan – jalan. Pertama kami pergi ke mall, aku dan mbak Ririn ingin
membeli sepatu dan sandal sepatu, lama kami berkeliling, beberapa kali Deni
memilihkan ku namun ku tolak. Hingga kami lelah dan alhasil tidak ada satupun
barang yang kami beli. Deni sedikit mengomel, ia ingin membelikanku sepatu
namun ku larang. Sebelum makan aku ingin ke toilet, jadi ku meminta Deni, Mas Rio,
dan mbak Ririn untuk jalan lebih dulu. Namun Deni meminta menemaniku, aku tidak
punya pilihan. Lagi pula alasannya logis, aku tidak mengetahui letak toilet.
Saat perjalanan menghampiri Mas Rio dan mbak Ririn, aku melihat gelang yang
indah. Aku langsung menghampirinya. Aku memandang gelang itu. Cantik.
“Suka.?”
Tanya Deni padaku
“Ya”
aku tersenyum kagum melihat gelang itu
Deni
ingin membelikanku namun ku larang, aku ingin membelinya sendiri tapi Deni
tetap ngotot ingin membelikanku hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak
membelinya. Deni marah kepadaku.
“Kamu
selalu seperti ini Tasya, salahkah bila aku ingin membelikanmu.?” Deni berkata
tanpa melihatku
“Nggak
kok Deni. Cuma aku nggak bisa menerima pemberian begitu saja Den” kataku. Deni
masih tidak melihatku. Ku putuskan untuk Diam.
Saat
makanpun, Deni masih saja diam. Aku juga memtuskan untuk diam. Ku akui aku
salah, tapi apa yang bisa ku perbuat itu sudah menjadi prinsipku. Hingga mbak
Dita angkat bicara.
“Den.?”
Mbak Ririn memanggil Deni
“Ya,
ada apa mbak.?” Jawab Deni
“Ada
masalah yah.? Kok diam terus” kata mabak Ririn
“Nggak
kok mbak” Deni menjawab dan kembali memakan makanannya
Setelah
beberapa menit.
“Aku
pamit ke toilet dulu yah” Deni pamit kepadaku
“Aku
temani.?” Tawarku
“Nggak
usah” Jawab Deni singkat
Denipun
berdiri dan pergi.
“Ada
apa Sya.?” Tanya mbak Ririn padaku
“Nggak
kok mbak” Jawabku
“Nggak
bagaimana Sya, kalian dari tadi diam melulu” Mas Rio juga angkat bicara
“Bertengkar
lagi.?” Tanya mbak Ririn
Aku
hanya tersenyum.
“Ya
sudahlah Sya. Semoga masalahmu cepat selesai. Ingat jangan berkelakuan anak –
anak” Mbak Ririn memperingatiku
“Iya
mbak”
Tak
lama Deni datang. Ia kembali duduk disebelahku dan tiba – tiba ia memegang
tanganku. Ternyata ia membelikanku gelang tadi. Setelah kembali aku sadar, ku
copot gelang itu.
“Nggak
Den. Aku nggak pengen” kataku sambil meletakkan gelang itu ditangan Deni
“Kenapa
sih Sya.? Kamu selalu saja menolak pemberianku” Deni menatapku dengan wajah
putus asanya.
“Aku
nggak bisa Den”
“Iya.
Tapi kenapa.?” Kulihat wajah Deni yang sedih dan lagi ini karenaku.
Aku
merasa bodoh, aku merasa sangat sangat sangat bodoh. Ohh…. My God aku kembali
menyakiti orang yang mencintaiku.
Aku
terdiam, Deni masih menatapku.
“Sya,
bersikaplah lebih dewasa” kata mbak Ririn sambil memegang pundak ku dan ku
lihat iya berdiri.
“Mau
ke mana mbak.?” Tanyaku mengabaikan sarannya
“Jalan
dulu. Kamu selesaikan masalahmu, jangan bergerak dari situ kalau belum kelar.
Kita ketemu di parkiran, ntar aku sms kamu kalau aku udah selesai jalannya”
kata mbak Ririn berlalu yang kemudian diikuti Mas Rio yang sebelumnya hanya
tersenyum melihatku.
“Sya.?”
Deni memegang kedua tanganku
Aku
hanya menunduk.
“Sya.?
Ngomong dong.? Aku bingung kalau kamu kayak gini terus” Ku angkat kepalaku dan
Ku lihat air muka Deni sudah mulai berubah. Aku menatapnya. Lama. Karena aku
masih diam, Deni bangkit dan melepaskan tanganku.
Kini
aku merasa lebih bodoh lagi. Apa yang ku perbuat.? Membuat orang yang
mencintaiku menangis.? Wanita macam apa aku.?
Deni
bangkit dan berjalan pergi. Aku masih terdiam di tempat duduk ku. Tak lama aku
sadar dan bangkit. Aku mengejar Deni dan memeluknya dari belakang.
“Maafkan
aku Den” Kataku dengan tangis
Deni
menghentikan langkahnya. Ia terdiam, mungkin ia terkejut dengan perbuatanku.
Namun tak lama ia tersadar. Bukan membalas pelukanku ia malah membalikan tubuh
dan melepaskan pelukanku lalu memegang kedua pundak lalu menghapus air mataku.
Ini lah ku suka dari Deni dia berbeda dengan yang lain, ia selalu menghormatiku.
“Nggak
kok Sya. Kamu nggak perlu meminta maaf. Aku nggak marah sama kamu, aku hanya
heran. Kamu terlalu berbeda” katanya sambil menatapku
Setelah
itu kamipun berjalan menuju parkiran karena mbak Ririn sudah ngirim pesan tadi.
Aku berjalan sambil memegang tangan Deni, awalnya Deni kaku namun ia kemudian
terbiasa. Dan lagi aku yang memulainya.
Setelah
sampai diparkiran, ku lihat mbak Ririn dan Mas Rio sudah menunggu.
“Jalan
ke mana lagi mbak.?” Tanyaku setelah berada lebih dekat dengan mbak Ririn
“Pantai
Losari deh. Mau nggak.?” Usul mbak Ririn
“Aku
ngikut aja deh mbak” jawabku
“Deni
gimana.?” Tanya mbak Ririn ke Deni
“Yah.
Aku kan ngikut sama Tasya.” Katanya sambil melirikku. Aku mencubit lengannya
dan iapun meringis.
“Ok
deh. Kita ke pantai” kata mbak Ririn kemudian.
Di
pantai kami duduk berbarengan. Rio dan mbak Ririn berpacaran. Mereka juga
mengira aku dan Deni masih pacaran. Yah aku dan Deni mengabaikan itu, biarlah
mereka beranggapan aku dan Deni masih pacaran.
Tak
lama Mbak Ririn dan mbak Rio bangkit.
“Ke
mana mbak.?” Tanya ku
“Jalan
dulu Sya, kamu pengen ikut.?” Tanya mbak Ririn balik padaku
“Nggak
ahh mbak. Udah letih.” Kataku
“Ya
udah. Kami jalan dulu yah”
“Iya
mbak”
Mbak
Ririn dan Mas Riopun berlalu. Lama aku duduk diam bersama Deni sambil melihat
pemandangan laut malam. Aku merasa dingin, ku gosokkan kedua telapak tanganku.
Deni melihatku.
“Dingin.?”
Tanyanya padaku
“Sedikit”
jawabku
“Pulang.?”
Tanyanya lagi
“Nggak
ahh. Masih pengen di sini” jawabku kembali
Deni
melepas jaketnya dan memakaikanku.
“Nggak
usah Den. Ntar kamu gimana.? Pilek nantinya” kataku menolak
“Nggak
apa – apa kok. Aku masih tahan. Baju ku juga tebal” katanya sambil memegang
bajunya. Aku diam deh, malas untuk bertengkar lagi pula aku juga membutuhkannya.
Kini benar – benar hangat.
Tak
lama Deni merangkulku. Ia memegang lengan kiriku. Aku sedikit terkejut, ini
pertama kalinya. Ku rasa ia masih kaku, mungkin butuh keberanian dan
kepercayaan lama buat ngelakuin ini. Akupun menyandarkan kepalaku dibahunya.
“Sya.?”
Deni memanggilku
“Mmm”
“Masih
sering contactan bareng Dita.?”
“Iya.
Orangnya asyik loh”
“Oh
ya.?”
“Iya
deh. Apa lagi si Reza dan Revan. Kocak bangett pokoknya”
“Memangnya
mereka kenapa.?”
“Jago
ngelawak deh”
“Baguslah
kalau gitu. Aku senang kamu bisa akrab sama sahabat – sahabatku”
Aku
tersenyum dan ceritapun mengalir dari kami. Tak terasa waktu sudah menunjukkan
00:05.
“Happy
Valentine, Sya.” Katanya padaku
“Kamu
juga” kata ku tersenyum dan kembali menyandarkan kelapaku di bahunya, ia
mengecup rambutku.
Sekilas
ku melihat ke wajah Deni yang sedang menatap langit malam, wajahnya tak bisa
menyembunyikan kebahagiaanya, akupun tersenyum. Aku senang bisa membuat orang
yang mencintaiku bahagia. Valentine tahun ini sangat menyenangkan.
Keesokan
harinya, ketika om, tante, bude, dan pakde sibuk dengan acara arisan keluarga.
Mbak Ririn mengajakku keluar. Aku meminta izin sama mama dan ia mengizinkan,
karena Mas Riopun ada maka dengan Deni lagi.
“Jalan
kemana mbak.?” Tanya Deni pada mbak Ririn
“Mall
deh Den. Rio pengen beli sesuatu aku juga” Mbak Ririn menjawab Deni
“Okelah.
Mbak” kata Deni menimpali
“Tasya
bagaimana.?” Kini mas Rio menanyakan pendapatku
“Aku
ngikut aja mas” kataku kemudian.
“Yah
udah deh mbak. Kita ketemu di mall. Aku pengen singgah di rumah dulu, ada yang
ketinggalan tadi” kata Deni pada mbak Ririn
“Kamu
gimana Tasya.?” Kini mbak Ririn bertanya padaku
“Nggak
apa – apa kok mbak. Mbak jalan duluan nanti aku dan Deni nyusul” kataku
kemudian.
“Ya
udah deh. Matahari yah.?”
“Ok
mbak”
Kamipun
berangkat. Di perjalanan aku bertanya pada Deni.
“Emang
kamu lupa apa Den.?”
“Aku
lupa bawa dompet Sya”
“Kok
bisa.?”
“Tadi
buru – buru. Mama nyuru aku cepat – cepat, ya udah deh telat”
Aku
hanya ber-Ooo.
“Aku nggak usah masuk deh Den.?” Kataku ketika
kami tiba di depan rumah Deni
“Nggak
pengen liat – liat rumah aku.?”
“Nggak
deh”
“Masuk
aja, kamu sendiri di sini, yah.?” Yah kupikir ada baiknya aku masuk, aku juga
nggak berani di luar sendirian. Nanti ada apa – apanya.
“Ya
udah deh.”
Akupun
berjalan masuk. Aku bingung, Deni terus saja melangkah menaiki tangga. Aku
heran, memangnya ruang tamu ada di lantai atas.?
Baru
aku menyadari ketika kami berada di depan sebuah pintu. Kamar Deni.
“Kamu
masuk aja ke kamarku, aku pengen ganti pakaian dulu” kata Deni kemudian sambil
membukakan pintu kamarnya. Ketika aku masuk ke dalam, aku langsung terdiam.
Kamar yang bagus, benar – benar di desaign untuk cowok. Aku berbalik, namun aku
tak melihat Deni. Kemana dia.? Akupun berteriak.
“Den.?”
“Ada
apa.?”
“Kamu
dari mana.?”
“Dari
dapur, pengen minum.?”
“Nggak
usah deh, nanti malah kelamaan”
“Ya
udah. Aku ganti baju dulu”
“Mau
kemana.?” Deni bertanya ketika aku ingin melangkah keluar kamar.
“Keluar,
kan kamu pengen ganti baju” kataku polos, Deni kemudian tertawa
“Ya
ampun Sya. Aku ganti bajunya kamar sebelah. Emang kamu pikir aku mau ganti baju
disini.?”
Aku
kemudian menoleh ke kiri dan kekanan,
tak ada satupun lemari pakaian, hanya ada lemari buku.Dan aku sadar ternyata
kamar pakaian berbeda.
“Aku
baru sadar” kataku sambil tersenyum
“Ya
udah” Denipun melangkah pergi
Aku
kemudian berjalan mengelilingi kamar Deni. Setelah itu aku duduk di meja
belajarnya. Namun mataku kemudian tertuju pada selembar kertas yang diantara
buku. Aku kemudian membaca. Dan setelah membacanya aku kemudian tahu itu apa.
Ternyata itu catatan Deni. Aku teringat Deni memang sering menulis catatan
namun tidak pada satu buku, hanya pada selembar kertas itupun setelah menulis
ia akan membakarnya. Aku tersenyum. Kemudian aku berniat memotretnya, ku
keluarkan ponselku dari saku dan …. Ok selesai.
Setelah
itu tiba – tiba Deni muncul. Deni merapikan rambutnya di cermin yang ada di
sebelah meja belajarnya. Aku memperhatikan Deni. Huuuu, dia terlihat keren.
Pokoknya perfect deh. Semuanya matching.
Setelah
dia benar – benar yakin sudah rapi kamipun berangkat. Di mall, mbak Ririn dan
mas Rio sibuk berbelanja apa lagi mbak Ririn.
“Mbak
aku jalan dulu yah.?” Tiba – tiba Deni menarikku
“ok”
jawab mbak Ririn simple.
“Kemana
Den.?” Tanyaku pada Deni, ia masih saja menarikku.
“Aku
pengen nyari sesuatu” jawabnya yang kemudian aku diam.
Deni
kemudian berhenti depan toko jam tangan.
“Hai
Den.? Kok baru muncul sih.?” Sapa om penjual jam tangan yang terlihat akrab
dengan Deni
“Lagi
sibuk om. Biasa anak sekolah” kata Deni pada penjual jam tangan
“Siapa
nih.? Pacarnya.?” Kini om itu melihat ke arahku, ketika aku akan menjawab “bukan”
Deni mendahuluiku.
“Iya
om. Kenalin om, ini Tasya. Tasya ini om Wawan. Aku sering beli jam tangan di
sini loh”
Om
Wawan tersenyum padaku dan akupun membalasnya.
“Ada
barang baru om.?” Kini Deni kembali pada tujuannya
“Ada.
Barangnya baru datang semalam”
Om
Wawan berjalan menuju lemari kaca yang ada di belakangnya. Ku lihat ia
mengambil kotak hitam.
Ketika
om Wawan membuka kotak itu, ku lihat Jam tangan yang benar – benar .. Woww
keren.
“Gimana.?”
Kini om Wawan bertanya pada Deni
“Lumayan,
yang lain.?”
Apa.?!
Lumayan.?! Gila Deni betul – betul.
“Tenang,
masih ada kok” Kini om Wawan memberikan kotak hitam pada Deni dan lagi aku
terkejut.
“Ini
juga ok om. Aku ambil dua – duanya deh” kata Deni kemudian, aku hanya menarik
nafas. Deni memang senang mengoleksi jam tangan. Tapi sejauh ini aku belum
mendengar Deni menanyakan harga.? Aneh.?
“Tapi
Den, yang ini harganya lumayan loh.?” Om Wawan menunjuk jam tangan yang kedua
tadi. Aku menduga jam tangan itu 100 ribu atau paling mahal 200 ribu tapi
ternyata tidak.
“Berapa
om.?” Kini Deni bertanya pada om Wawan
“1,5
Den” kini om Wawan menjawab, aku terkejut. Rp 1.500.000,00.?? Deni gila apa.?
Beli jam tangan segitu mahalnya.
“Kalau
yang satu.?” Deni kembali bertanya
“Ini
agak dibawah dari biasanya kok. Rp. 345.000,00”
dan lagi aku terkejut. Kalau ini di bawah harga biasanya, truss yang
biasanya berapa.? Gila betul. Dan yang lebih parah lagi ucapan Deni.
“Ya
udah deh. Aku ambil dua – duanya aja” kata Deni dengan santainya sambil
mengeluarkan kartu ATM dari dompetnya.
“Kalau
yang untuk cewek ada om.?”
Aku
melotot ke arah Deni. Aku menarik lengannya dan menggeleng. Itu bertanda aku tidak
ingin, tapi sepertinya Deni mengabaikanku. Deni memang pintar. Mana mungkin aku
menolak di hadapan om Wawan, bisa – bisa aku mempermalukan Deni.
“Kalau
ini gimana Den.?” Om Wawan menunjukkan jam tangan pada Deni aku hanya bisa diam
melihatnya. Deni melihat ke arahku, namun aku tetap diam.
“Yang
lain ada.?” Ternyata Deni masih meneruskannya
“Kamu
mau yang couple.?”
“Emang
ada om.?”
“Ada
dong”
Om
Wawanpun memperlihatkan jam tangan couple. Jam itu benar – benar bagus.
“Oke
deh om. Aku ambil semuanya”
Kini
aku benar – benar memelototi Deni. Namun Deni hanya tersenyum menang. Uuuu
Denii.!!! Awas yah.!!!
“Den,
yang satu ini 1,2 loh.?” Om Wawan menunjuk jam tangan untuk cewek tadi. Ku
lihat Deni menutup matanya menahan diri agar tidak mencekik om Wawan. Om Wawan
melihat itu hanya tersenyum.
“Ooopss.
Sorry Den”
Deni
hanya membalas dengan senyuman. Setelah itu om Wawan sibuk.
“Kamu
marah.?” Deni berkata padaku namun ku jawab dengan diamku.
“Aku
minta maaf deh. Aku cuman pengen beliin kamu”
Deni
menghentikan ucapannya karena om Wawan sudah datang dan memberikan kartu ATM
Deni.
“Semuanya
Rp. 4.221.000,00 Den” kata om Wawan kemudian
“Aduh
om” kini Deni mengeluh
“Ohh.
Sorry sorry Den. Keceplosan” kata om Wawan senyum – senyum.
Setelah
aku dan Deni mengucapkan terima kasih kamipun melangkah pergi.
“Tuhh.
Marah lagi deh” Deni kemudian berkata padaku
Aku
masih diam.
“Sya.
Aku Cuma pengen beliin kamu, kapan sih.? Kapan kita bisa jalan kayak gini
lagi.? Jangankan jalan bareng, ketemu aja nggk sering Sya” ku lihat Deni. Ia
tidak menatapku. Aku kemudian mengalah. Aku kemudian menggenggam tangannya. Ia
melihat ku namun aku melihat ke depan. Aku bisa menyadari ia tersenyum.
“Kita
nyari sepatu.?” Deni kemudian bertanya. Aku melotot ke arahnya. Dia kemudian
tertawa, lalu mengacak – acak rambutku
“Iiiihh.
Rambutku berantakan tau.!” kataku pura – pura marah.
“Kamu
lucu sih kalau kayak gitu. Dari tadi melotot terus” Deni masih saja tertawa aku
ngambek. Dan aku terkejut, ia merangkulku. Ia tersenyum, akupun membalasnya.
Saat
aku akan menghubungi mbak Ririn. Tiba – tiba ku dapati pesan darinya.
From : Mbak Ririn
Sya.? Kami nunggu kamu
di Solaria yah.?
“Den.?” Aku memperlihatkan Deni pesan itu.
“Ya
udah kita ke sana aja”
“Nggak
lama kan.? Aku pulang jam 3” aku bertanya pada Deni ku lihat Deni terkejut
“Kamu
pulang ini hari.?”
“Iya.
Aku harus masuk besok Den. Kamu tidak berharapkan aku tinggal lebih lama
lagi.?” Aku bertanya curiga pada Deni
“Aku
pikir kamu pulang lusa atau minggu depan”
“Yee
kamu pikir sekolah ku punya nenekmu apa” aku menjitak kepala Deni. Deni hanya
tertawa.
Setelah
makan di solaria kamipun pulang.
“Aku
benar – benar bahagia Sya” ungkap Deni saat perjalanan pulang
“Aku
senang kamu bahagia. Aku juga bahagia” kataku menimpali ucapan Deni
Deni
menggenggam tangan ku yang melingkar di pinggangnya. Aku kemudian menyandarkan
kepalaku dipunggungnya. Aku senang bisa membahagian Deni yang mencintaiku. Dan
senyumpun tergores. :)
Bersambung
…………. :)
~Ozoga~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar