EPILOG
Hari
terus ku lalui dengan senyuman, meskipun ada banyak hal yang membuatku bersedih
namun aku tetap tersenyum. Banyak hal membuat ku menghargai kehidupan. Aku
masih saja populer di sekolah dan masih menyandang status single. Kini sudah 1
bulan berlalu sejak putusku dengan Deni. Aku juga sudah pernah bertemu dengan
Jihan. Saat itu Deni dan sahabatnya ke Bantaeng sekedar berjalan – jalan dan
menikmati wisata alam di Bantaeng.
Aku
langsung akrab dengan Jihan, memang sebetulnya kami sudah akrab namun sebatas
telfon saja. Jihan cantik, putih, dan aku lebih tinggi darinya. Dia sangat
baik, meskipun ia terlihat kurang akrab dengan sahabat – sahabat Deni mungkin
karena masalah waktu. Lama kelamaan mungkin juga bisa akrab. Dari caranya ia
melihat Deni, aku bisa tahu besar cintanya pada Deni. Aku bahagia Deni
mendapatkan orang seperti Jihan.
Saat
ini aku sedang duduk di meja belajarku mengerjakan tugas sekolahku, sesekali
juga ku balas pesan dari teman – teman yang ku anggap sedang mencoba mencari
perhatianku. Ketika aku teringat kelakuan mereka aku akan senyum – senyum
sendiri. Disaat aku hampir menyelesaikan tugas sekolahku, ponselku berdering.
Terpampang nama Jihan di layar ponselku. Akupun menekan tombol terima.
“Halo, kak.?”
“Iya. Dek.?”
“Lagi ngapain kak.?”
“Lagi ngerjain tugas kak.?”
“Tuh kan Jihan. Sudah ku katakan ia
sedang belajar” kini ku dengar suara Deni
“Oh. Kaupun ada Den.?” Tanyaku
mencoba memperjelas
“Ya. Hai.?”
“Yaelah. Pakai hai segala Den”
kataku kemudian
“Aku ngeganggu tidak kak.?” Kini giliran
Jihan yang bertanya
“Ohh. Tidak dek. Ini juga sudah
hampir selesai”
“Baguslah kak, aku pengen ngobrol
bareng kakak”
“Ya udah deh aku di matiin aja.”
Deni angkat bicara
“Woaaah, dianya Ngambek dek” aku
mencoba menggoda Deni
“Tau tuhh kak. Kak Deni sukanya
ngambek mulu” ternyata Jihan menanggapi candaanku. Aku dan Jihanpun tertawa.
“Ya terus saja kalian. Jadiiin aku
bahan tertawaan yah”
“Nggak lah kak” Jihan menimpali
“Jihan kau mau ku beritahu sesuatu”
aku kemudian menawarkan cerita pada Jihan.
“Apaan kak.?” Bisa ku dengar nada
ingin tahu Jihan dari cara ia menjawabku
“Kau pernah lihat Deni, kaku atau
salah tingkah.?” Aku mencoba menahan tawaku.
“Ohhh. Stop Tasya. Itu tidak lucu.
Ohh Ya ampunn” kini Deni memotongku
“Lanjut aja Kak. Emang kak Deni
bisa salah tingkah juga gitu.?” Kini Jihan semakin bersemangat
“Kau kira dia patung dek tidak bisa
salah tingkah.?”
Seketika aku dan Jihan terawa.
“Ohh. Tasya. Sudahlah jangan
dilanjutkan. Ok.?”Kini Deni memohon
“Nggak ahh. Ini asyik tau kak”
Jihan menimpali permohonan Deni
“Jangan dengarkan Jihan. Tasya Cuma
ngawur” Deni membujuk Jihan
“Nggak Jihan ini benar – benar
terjadi dan lucu bangett” aku memotong Deni
“Ayo kak. Lanjutkan saja ceritanya,
aku benar – benar penasaran”
“Ohhhh. Yaaa Ammmpuuunnn” Deni mengeluh,
aku dan Jihan tertawa.
“Kau sering jalankan bareng Deni.?”
“Nggak juga kak. Sekali – kali aja
kalau lagi nggak ada kerjaan gitu”
“Okelah dek. Kau sudah pernah
gandeng tangan Deni kalau jalan.?”
“Ohhh. Tasya sudahlah jangan di
lanjutkan dong” Deni mencoba memotong pembicaraanku dengan Jihan. Aku dan Jihan
kembali tertawa
“Mana berani kak”
“Ya udah dek. Langsung gandeng aja
tangannya. Aku jamin deh kamu bakal tertawa ngeliat ekspresi Deni”
“Nanti deh ku coba kak” Jihan
mengatakannya sambil tertawa
“Ya Ampun Jihan sayang, jangan
dengar omongan Tasya” Deni kembali mencoba mencoba membujuk Jihan. Aku dan
Jihan hanya tertawa.
“Tasya, apa – apaan sih, ngajarin
Jihan tingkah konyol gitu” Kini Deni mencoba memarahiku.
“Oh ya.? Nanti deh kita lihat mana
yang konyol. Ajaranku atau ekspresimu Deni.?”
Aku dan Jihan tak dapat menahan
tawa lagi. Lama aku dan Jihan tertawa. Bisa ku duga wajah Deni seperti apa
sekarang.
Setelah
banyak cerita yang mengalir dari aku, Jihan, dan Deni pukul 21.30 WITA aku
meminta pamit dengan Jihan dengan alasan ingin tidur namun sebenarnya bukan
itu. Aku ingin membiarkan mereka berdua untuk berbicara tanpa aku sebagai orang
ketiga.
Aku
juga senang bisa mengenal Deni. Aku senang pernah menjadi orang dicintainya.
Deni akan selalu berkorban untuk orang yang dicintainya namun ia tak ingin
orang yang dicintainya berkorban untuknya. Deni memang hebat, dia berbeda.
Sejak
awal, ketika aku menerima Deni sebagai pacarku. Aku percaya Deni akan berbeda
dari orang lain, dia tidak akan pernah menyakitiku. Dan kini aku benar – benar
percaya kalau Deni berbeda. I believe he’s different.
Sekarang
Deni bersama Jihan orang mencintainya. Aku bahagia Deni bersama Jihan yang ku
rasa ia adalah orang yang tepat untuk Deni, aku juga berharap suatu saat nanti
Deni bisa membalas cinta Jihan. Dari suara Deni dapat ku tangkap nada
bahagianya, aku juga ikut bahagia dan akan selalu mendoakan mereka untuk selalu
bersama dan bahagia.
Kini
tidak ada lagi hati yang sakit ataupun sosok yang berbeda. J
~TAMAT~
~Ozoga~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar