Hay.?

Aku dengan caraku. Karena Aku Berbeda.
Aku Berbeda. Maka Bedakan Aku

Sabtu, 06 September 2014

ANINDITA



ANINDITA
Ailin menatap langit malam melalui jendela kamarnya, tidak peduli rasa dingin yang menembus tulang iganya, tidak peduli esok ia akan sakit karena masuk angin, ia masih saja memandangi langit malam yang dihiasi bintang – bintang. Air matanya terus saja menetes, ia tak mencoba menghentikannya. Ia merindukan seseorang yang nyaris 11 tahun selalu bersamanya. Rasa marah dan perasaan bersalah terus saja menghantuinya. Namun penyesalan, rasa marah, dan perasaan bersalah tak mampu mengembalikan sosok sahabatnya.
Anindita sahabatnya yang baik dan periang, ia mengenalnya ketika berumur 3 tahun saat itu Anindita menjadi tetangga barunya. Anindita selalu menemani Ailin ke manapun Ailin meminta. Anindita adalah sosok sahabat yang tak akan bisa ditemui dimanapun.
Kejadian 1 tahun lalu, hari dimana sahabatnya Anindita pergi meninggalkannya karena rasa egoisnya. Kejadian itu masih tertata rapi dalam ingatannya.
Satu tahun yang lalu, hari kejadian …..
“Hai. Lagi ngapain Lin.? Sepertinya kau sedang senang” Sapa Anindita saat baru tiba dikelas dan meletakkan tasnya.
“Ya. Hari ini aku benar – benar senang Anindita” kata Ailin
“Apa yang membuatmu senang, wahai sahabatku Ailin.?” Tanya Anindita lagi dengan berkacak pinggang
“Hayooo, coba tebak.?” Ailin mencoba berteka – teki
Anindita diam berfikir.
“Jangan bilang kau sudah dapat novel Thalita karya Stephanie Zen.?” Teriak Anindita antusias
“Ya. Kau benar. Ini.!” Balas Ailin dengan antusias pula sambil mengacungkan novel Thalita.
“Waahhhh. Dari mana kau mendapatkannya.?” Tanya Anindita dengan membolak – balikkan novel Thalita yang sudah ada di tangannya.
“Kemarin waktu temanin nyokap nyari buku resep, tuh malah ketemu” jawab Ailin
“Yah udah deh, habis kamu, aku yang baca” kata Anindita
“Novel Luna Torashyngu yang D’Angel, kamu udah baca.?” Tanya Ailin
“Hahaha. Belum” jawab Anindita tertawa
“Hhhhh” desah Ailin, Anindita hanya tersenyum
“Oh iya Ailin. Temani aku ke toko boneka sepulang sekolah yah.?” Pinta Anindita
“Memangnya mau ngapain.?” Tanya Ailin balik
“Pengen beliin Salsa boneka. Besok dia ulang tahun” jelas Anindita
“Aduuhh gimana nih Dit. Aku pengen pulang cepat, aku pengen nyelesaiin novel ini cepat – cepat” kata Ailin menolak
“Yah, Cuma bentar aja kok” Pinta Anindita lagi
“Kamu pergi sendiri aja yah, aku juga lagi malas jalan – jalan pengennya langsung pulang aja” Dan lagi Ailin menolak
“Ya udah deh” kata Anindita kecewa.
Sepulang sekolah mereka pulang, mereka jalan bersama dan akan berpisah di depan toko buku. Anindita akan ke seberang jalan menuju toko boneka sedangkan Ailin akan terus berjalan pulang. Sebelum menyebrangi jalan Anindita sekali lagi bertanya.
“Ailin.? Kau benar tidak ingin menemaniku.?” Tanya Anindita dengan kesedihan di wajahnya
“Iya Anindita. Berapa kali sih aku harus bilang” jawab Ailin dengan nada suara yang sedikit meninggi
“Ya udah deh” kata Anindita melemah
Ailin berjalan pergi namun baru selangkah ia melangkah, suara rem mobil berdesit menghentikannya. Seketika ia terdiam kaku. Perlahan ia membalikkan badannya dan dilihatnya Anindita yang terbaring di jalanan dengan darah yang terus keluar dari kepalanya. Ailin tahu, Anindita menderita penyakit Hemofilia. Refleks Ailin berteriak.
“ANINNNDITAAAAAA ……” teriak Ailin kemudian berlari menghampiri Anindita.
Ailin membangunkan Anindita tidak peduli darah mengotori seragam sekolahnya.
“Anindita bangun” perintah Ailin dengan air mata yang terus saja menetes dari kedua pelupuk matanya. Diguncangkannya badan Anindita. Perlahan ia melihat mata Anindita terbuka.
“Anindita” panggilnya
“Aaai…lin. Ma..afkan A…k..u” kata Anindita terputus – putus
“Tidak Anindita. Aku yang seharusnya minta maaf, andai saja aku tidak egois, andai saja aku menemanimu. Ini tidak akan terjadi”
Anindita menggeleng.
“Ti..d..ak A..ilin. A..k..u su…dah me..maa..fkan ..mu. Te,...ri ..ma ka…sih ka..u su..dahh i..ngin ja…di sa..ha..bat mu” kata Anindita dengan senyuman dan saat itulah Anindita menghembuskan nafas terakhirnya.
Ailin memeluk Anindita dengan tangis yang semakin menjadi. Berkali – kali ia meneriakkan nama Anindita. Kini Anindita meninggalkannya untuk selama – lamanya. Anindita pergi dalam pelukan sahabatnya Ailin dan dengan senyum mengiringinya.

Selesai :) :) :)
 




~Ozoga~

Tidak ada komentar: