I
BELIEVE HE IS DIFFERENT (part II)
“Meskipun sekarang aku
hanya melangkah pendek dan pelan, suatu saat nanti aku tak akan melangkah ke
arahnya, suatu saat aku akan berlari ke arahnya, dan ku berharap saat aku
berlari, ia masih ada dan tetap setia menungguku di sana"
Pengakuan
Deni terakhir kali tidak membuat hubunganku dengannya merenggang, namun ku rasa
seolah hal itu membuatku dengannya semakin dekat.
Hari
ini awal bulan November, Hubunganku dengan kak’ Arya dan Deni semakin dekat. Namun
sampai sekarang perasaan ku terhadap Rendra masih belum berubah dan itu
menyakitiku. Deni selalu menghiburku dengan berbagai cerita lucunya. Terkadang,
sesaat aku melupakan kesedihanku. Namun disaat aku menyendiri, aku kembali
teringat dengan Rendra.
Deni
lebih sering menelfonku akhir – akhir ini, Deni terlalu mengkhawatirkan keadaan
ku. Aku sedang sibuk memikirkan hadiah ulang tahun Rendra tanggal 9 November.
Berulang kali aku mencari ide, namun tak ada satupun ide yang terbesit di
otakku dan rasa jengkel kemudian menghampiri ku. Dan di saat seperti itulah
Deni selalu hadir untuk menghiburku. Seakan Deni adalah bayanganku. Yang selalu
ada disaat apapun. Aku juga sibuk mencari cara untuk menghubungi Rendra karena
aku tidak memiliki nomer handphone Rendra yang baru, ku coba menghubungi
sepupunya untuk meminta nomor Rendra namun masih tak bisa. Dan berbagai cara ku
lakukan. Hingga akhirnya Rendra yang memberiku nomornya saat aku sedang
menelfon sepupunya.
Hingga
tanggal 9 pun akan tiba tidak ada satupun ide. Jadi aku hanya mampu mengucapkan
selamat kepadanya. Aku harus menjadi orang pertama yang mengucapkan Ulang Tahun
kepadanya. Jadi aku menunggu pukul 00.01 WITA. Berulang kali aku menatap jam
dinding rumahku. Sebenarnya aku tidak perlu repot – repot melakukan ini semua,
toh diakan bukan siapa – siapa aku, tetapi dulu aku pernah berjanji pada diriku
sendiri. Tepat pukul 00.01 WITA aku menghubunginya. Ku dengar suara di seberang
sana yang bisa langsung ditebak, dia sedang tidur. Aku mengucapkan selamat
Ulang tahun, setelah itu ku putus sambungan telfon tersebut.
Keesokan
harinya. Semuanya berjalan seperti biasanya.
Malam
hari. Saat aku sedang mengerjakan tugas sekolah, lagu peterpen “Semua tentang
kita” terdengar dan itu berasal dari ponselku. Kulirik ponselku yang berada di
sebelahku, terpampang nama Deni di layar ponselku. Ku tekan tombol jawab. Ku
pasang Headset.
Deni :
“Assalamualikum.”
Tasya :
“Waalaikumsalam”
Deni : “Sibuk.?”
Tasya : “Lumayan”
Deni : “Ganggu yah.?”
Tasya : “Yah sepertinya
begitu. Tapi tak apalah”
Deni : “Ok. Bagaimana
kabarnya.?”
Tasya : “Baik”
Deni : “Bagaimana Ultah
Rendra.?”
Tasya
: “Biasa saja kan. Tidak ada yang begitu bagus. Hanya sekedar mengucapkan
selamat saja”
Deni
: “Yah, sepertinya begitu. Jadi bagaimana selanjutnya.?”
Tasya
: “Selanjutnya apa.?”
Deni
: “Maksud aku, sekarang kamu akan lakuin apa.? Tugas kamukan udah selesai dan
nazar kamu sudah terpenuhi. Selanjutnya apa.?”
Tasya
: “Sudah jelaskan Den, aku akan pergi dari kehidupannya. Aku tidak akan
mengganggunya.”
Deni
: “Kamu yakin Tasya.?”
Tasya
: “Aku tidak punya pilihan kan Den.? Aku juga sudah terlalu lelah”
Deni
: “Ku hargai keputusanmu. Tasya”
Tasya
: “Thanks Den”
Deni
: “ok”
Tasya
: “Bahas yang lain aja yuk. Kamu pasti nelfon bukan cuma ingin mempertanyakan
itukan.?”
Deni
: “Sepertinya kamu hebat membaca fikiran orang.”
Dan
ceritapun mengalir. Hingga larut malam mereka selesai. Setelah selesai ia
melihat pesan masuk. Dari kak’ Arya.
From : Kak’ Arya
Sibuk amet sih dek’.?
Telfonan sama siapa.? No.nya sibuk teruss.!
Ku
acuhkan pesan kak Arya karena sekarang yang ingin ku lakukan hanya Tidur.
Hari
– hariku berjalan seperti biasanya dengan Deni dan kak’ Arya yang selalu
menemaniku. Meskipun terkadang Kak’ Arya sangat, sangat menjengkelkan.
Di
hari senin malam selasa. Di tengah kesibukanku mengerjakan tugas sekolah deni
menelfonku. Ku angkat namun tak ku hiraukan dia, namun iya mengerti dia hanya
diam mendengarkan kediaman ku, hanya ada suara kertas yang di balik dan suara
buku yang terjatuh jika aku tak sengaja menjatuhkannya.
Deni : “Tasya.?”
Panggil Deni di tengah kediaman yang ku ciptakan.
Tasya : “Ya.?”
Deni : “Tidakkah kau
berubah fikiran.?”
Tasya : “Berubah
fikiran bagaimana Den.?”
Deni : “Tidakkah kau
ingin menjadi pacarku.?”
Aku
terdiam. Ku letakkan penaku, dan ku baringkan badanku di tempat tidur. Aku terdiam
lama. Deni juga tak berbicara, mungkin iya menungguku.
Deni
: “Tasya.? Aku tahu perasaanmu tak berubah terhadap Rendra. Aku mengerti, ku
rasa itu wajar. Maafkan aku harus mengungkapkan perasaanku tapi aku tidak mampu
menyimpannya terlalu lama” (suara Deni terasa berat)
Aku masih terdiam. Denipun begitu.
Hingga aku mulai angkat bicara.
Tasya:
“Den.?”
Deni:
“Ya.?”
Tasya
: “Tidakkah kau akan menyesal.?”
Deni
: “Apa yang harus ku sesalkan Tasya.?”
Tasya
: “Aku egois Den, aku mudah marah, dan aku plin plan”
Deni
: “Aku tahu jelas itu Tasya”
Tasya
: “Lalu kau masih ingin menjadikanku kekasihmu.?”
Deni
: “Ya”
Tasya
: “Aku tidak cantik dan aku tidak pintar”
Deni
: “Apakah itu menjadi permasalahan.?”
Tasya
: “Harusnya seperti Den. Kau memiliki segalanya. Kau putih, tinggi, pintar,
gagah, dan kau selalu di kelilingi oleh perempuan”
Deni
: “Menurut ku itu tidak harus, Tasya”
Tasya
: “Lalu apa yang menjadi alasanmu mencintaiku.?”
Deni
: “Apakah aku harus memiliki alasan untuk mencintaimu.?”
Tasya
: “Ku rasa itu harus”
Deni
: “Tidak. Itu tidak harus. Bagiku tidak ada alasan untuk mencintai seseorang”
Tasya
: “Kalau memang seperti itu, Ku harap kau tidak akan menyesal Den, telah
memilihku.”
Deni
: “Ku anggap ucapanmu itu menerimaku. Iya kan.?”
Tasya
: “Ya”
Deni
: “Thanks Tasya. Kau memberiku kesempatan”
Tasya
: “Ku harap kau bisa bersabar menghadapiku. Aku akan belajar mencintaimu”
Deni
: “Kau tidak perlu mencintaiku Tasya cukup aku saja yang mencintaimu. Aku sudah
cukup bersyukur kau berbalik menghadapku dan menerimaku, itu semua sudah lebih
dari cukup Tasya.”
Tasya
: “Aku bangga Den, aku punya orang sepertimu di sisiku”
Deni
: “Dan aku lebih bangga lagi bisa berada di sisimu”
Tasya
: “Ku harap jarak tidak membuat kita menyerah”
Deni
: “Jarak tidak akan menjadi alasan untuk ku menyerah, Tasya.”
Tasya
: “Bimbing aku ketika aku salah.”
Deni
: “Ya. Dan marahi aku Tasya ketika aku berbuat salah juga”
Tasya
: “Ya. Dan lagi – lagi ku berharap hubungan ini tidak menjadi alasan mengekang
kebebasan kita”
Deni
: “Ya. Hubungan bukan alasan untuk merenggut kebebasan kita.”
Tasya
: “Dan kita akan berkata jujur, tidak ada yang perlu disembunyikan. Kita akan
selalu berbagi baik itu disaat kita sedih maupun senang”
Deni
: “Aku akan berjanji Tasya”
Tasya
: “Aku juga”
Malam
itu tanggal 11 November 2013, ku putuskan untuk berbalik dari Rendra dan menghadap
ke Deni. Dan kukatakan pada diriku, “Meskipun
sekarang aku hanya melangkah pendek dan pelan, suatu saat nanti aku tak akan
melangkah ke arahnya, suatu saat aku akan berlari ke arahnya, dan ku berharap
saat aku berlari, ia masih ada dan tetap setia menungguku di sana". Terima kasih Deni, aku bangga kau memilih
ku meskipun ada banyak yang lebih baik dariku di sekitarmu dan Jarak tidak akan
menjadi pengahalang hubungan kita. :)
Tunggu cerita selanjutnya, sahabat ..... :)
~Ozoga~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar