Hay.?

Aku dengan caraku. Karena Aku Berbeda.
Aku Berbeda. Maka Bedakan Aku

Kamis, 24 April 2014

I BELIEVE HE IS DIFFERENT (part II)

I BELIEVE HE IS DIFFERENT (part II)

“Meskipun sekarang aku hanya melangkah pendek dan pelan, suatu saat nanti aku tak akan melangkah ke arahnya, suatu saat aku akan berlari ke arahnya, dan ku berharap saat aku berlari, ia masih ada dan tetap setia menungguku di sana"

Pengakuan Deni terakhir kali tidak membuat hubunganku dengannya merenggang, namun ku rasa seolah hal itu membuatku dengannya semakin dekat.
Hari ini awal bulan November, Hubunganku dengan kak’ Arya dan Deni semakin dekat. Namun sampai sekarang perasaan ku terhadap Rendra masih belum berubah dan itu menyakitiku. Deni selalu menghiburku dengan berbagai cerita lucunya. Terkadang, sesaat aku melupakan kesedihanku. Namun disaat aku menyendiri, aku kembali teringat dengan Rendra.
Deni lebih sering menelfonku akhir – akhir ini, Deni terlalu mengkhawatirkan keadaan ku. Aku sedang sibuk memikirkan hadiah ulang tahun Rendra tanggal 9 November. Berulang kali aku mencari ide, namun tak ada satupun ide yang terbesit di otakku dan rasa jengkel kemudian menghampiri ku. Dan di saat seperti itulah Deni selalu hadir untuk menghiburku. Seakan Deni adalah bayanganku. Yang selalu ada disaat apapun. Aku juga sibuk mencari cara untuk menghubungi Rendra karena aku tidak memiliki nomer handphone Rendra yang baru, ku coba menghubungi sepupunya untuk meminta nomor Rendra namun masih tak bisa. Dan berbagai cara ku lakukan. Hingga akhirnya Rendra yang memberiku nomornya saat aku sedang menelfon sepupunya.
Hingga tanggal 9 pun akan tiba tidak ada satupun ide. Jadi aku hanya mampu mengucapkan selamat kepadanya. Aku harus menjadi orang pertama yang mengucapkan Ulang Tahun kepadanya. Jadi aku menunggu pukul 00.01 WITA. Berulang kali aku menatap jam dinding rumahku. Sebenarnya aku tidak perlu repot – repot melakukan ini semua, toh diakan bukan siapa – siapa aku, tetapi dulu aku pernah berjanji pada diriku sendiri. Tepat pukul 00.01 WITA aku menghubunginya. Ku dengar suara di seberang sana yang bisa langsung ditebak, dia sedang tidur. Aku mengucapkan selamat Ulang tahun, setelah itu ku putus sambungan telfon tersebut.
Keesokan harinya. Semuanya berjalan seperti biasanya.
Malam hari. Saat aku sedang mengerjakan tugas sekolah, lagu peterpen “Semua tentang kita” terdengar dan itu berasal dari ponselku. Kulirik ponselku yang berada di sebelahku, terpampang nama Deni di layar ponselku. Ku tekan tombol jawab. Ku pasang Headset.
Deni : “Assalamualikum.”
Tasya : “Waalaikumsalam”
Deni : “Sibuk.?”
Tasya : “Lumayan”
Deni : “Ganggu yah.?”
Tasya : “Yah sepertinya begitu. Tapi tak apalah”
Deni : “Ok. Bagaimana kabarnya.?”
Tasya : “Baik”
Deni : “Bagaimana Ultah Rendra.?”
Tasya : “Biasa saja kan. Tidak ada yang begitu bagus. Hanya sekedar mengucapkan selamat saja”
Deni : “Yah, sepertinya begitu. Jadi bagaimana selanjutnya.?”
Tasya : “Selanjutnya apa.?”
Deni : “Maksud aku, sekarang kamu akan lakuin apa.? Tugas kamukan udah selesai dan nazar kamu sudah terpenuhi. Selanjutnya apa.?”
Tasya : “Sudah jelaskan Den, aku akan pergi dari kehidupannya. Aku tidak akan mengganggunya.”
Deni : “Kamu yakin Tasya.?”
Tasya : “Aku tidak punya pilihan kan Den.? Aku juga sudah terlalu lelah”
Deni : “Ku hargai keputusanmu. Tasya”
Tasya : “Thanks Den”
Deni : “ok”
Tasya : “Bahas yang lain aja yuk. Kamu pasti nelfon bukan cuma ingin mempertanyakan itukan.?”
Deni : “Sepertinya kamu hebat membaca fikiran orang.”
Dan ceritapun mengalir. Hingga larut malam mereka selesai. Setelah selesai ia melihat pesan masuk. Dari kak’ Arya.
From : Kak’ Arya
Sibuk amet sih dek’.? Telfonan sama siapa.? No.nya sibuk teruss.!
Ku acuhkan pesan kak Arya karena sekarang yang ingin ku lakukan hanya Tidur.
Hari – hariku berjalan seperti biasanya dengan Deni dan kak’ Arya yang selalu menemaniku. Meskipun terkadang Kak’ Arya sangat, sangat menjengkelkan.
Di hari senin malam selasa. Di tengah kesibukanku mengerjakan tugas sekolah deni menelfonku. Ku angkat namun tak ku hiraukan dia, namun iya mengerti dia hanya diam mendengarkan kediaman ku, hanya ada suara kertas yang di balik dan suara buku yang terjatuh jika aku tak sengaja menjatuhkannya.
Deni : “Tasya.?” Panggil Deni di tengah kediaman yang ku ciptakan.
Tasya : “Ya.?”
Deni : “Tidakkah kau berubah fikiran.?”
Tasya : “Berubah fikiran bagaimana Den.?”
Deni : “Tidakkah kau ingin menjadi pacarku.?”
Aku terdiam. Ku letakkan penaku, dan ku baringkan badanku di tempat tidur. Aku terdiam lama. Deni juga tak berbicara, mungkin iya menungguku.
Deni : “Tasya.? Aku tahu perasaanmu tak berubah terhadap Rendra. Aku mengerti, ku rasa itu wajar. Maafkan aku harus mengungkapkan perasaanku tapi aku tidak mampu menyimpannya terlalu lama” (suara Deni terasa berat)
Aku masih terdiam. Denipun begitu. Hingga aku mulai angkat bicara.
Tasya: “Den.?”
Deni: “Ya.?”
Tasya : “Tidakkah kau akan menyesal.?”
Deni : “Apa yang harus ku sesalkan Tasya.?”
Tasya : “Aku egois Den, aku mudah marah, dan aku plin plan”
Deni : “Aku tahu jelas itu Tasya”
Tasya : “Lalu kau masih ingin menjadikanku kekasihmu.?”
Deni : “Ya”
Tasya : “Aku tidak cantik dan aku tidak pintar”
Deni : “Apakah itu menjadi permasalahan.?”
Tasya : “Harusnya seperti Den. Kau memiliki segalanya. Kau putih, tinggi, pintar, gagah, dan kau selalu di kelilingi oleh perempuan”
Deni : “Menurut ku itu tidak harus, Tasya”
Tasya : “Lalu apa yang menjadi alasanmu mencintaiku.?”
Deni : “Apakah aku harus memiliki alasan untuk mencintaimu.?”
Tasya : “Ku rasa itu harus”
Deni : “Tidak. Itu tidak harus. Bagiku tidak ada alasan untuk mencintai seseorang”
Tasya : “Kalau memang seperti itu, Ku harap kau tidak akan menyesal Den, telah memilihku.”
Deni : “Ku anggap ucapanmu itu menerimaku. Iya kan.?”
Tasya : “Ya”
Deni : “Thanks Tasya. Kau memberiku kesempatan”
Tasya : “Ku harap kau bisa bersabar menghadapiku. Aku akan belajar mencintaimu”
Deni : “Kau tidak perlu mencintaiku Tasya cukup aku saja yang mencintaimu. Aku sudah cukup bersyukur kau berbalik menghadapku dan menerimaku, itu semua sudah lebih dari cukup Tasya.”
Tasya : “Aku bangga Den, aku punya orang sepertimu di sisiku”
Deni : “Dan aku lebih bangga lagi bisa berada di sisimu”
Tasya : “Ku harap jarak tidak membuat kita menyerah”
Deni : “Jarak tidak akan menjadi alasan untuk ku menyerah, Tasya.”
Tasya : “Bimbing aku ketika aku salah.”
Deni : “Ya. Dan marahi aku Tasya ketika aku berbuat salah juga”
Tasya : “Ya. Dan lagi – lagi ku berharap hubungan ini tidak menjadi alasan mengekang kebebasan kita”
Deni : “Ya. Hubungan bukan alasan untuk merenggut kebebasan kita.”
Tasya : “Dan kita akan berkata jujur, tidak ada yang perlu disembunyikan. Kita akan selalu berbagi baik itu disaat kita sedih maupun senang”
Deni : “Aku akan berjanji Tasya”
Tasya : “Aku juga”
Malam itu tanggal 11 November 2013, ku putuskan untuk berbalik dari Rendra dan menghadap ke Deni. Dan kukatakan pada diriku, “Meskipun sekarang aku hanya melangkah pendek dan pelan, suatu saat nanti aku tak akan melangkah ke arahnya, suatu saat aku akan berlari ke arahnya, dan ku berharap saat aku berlari, ia masih ada dan tetap setia menungguku di sana".  Terima kasih Deni, aku bangga kau memilih ku meskipun ada banyak yang lebih baik dariku di sekitarmu dan Jarak tidak akan menjadi pengahalang hubungan kita. :)

Tunggu cerita selanjutnya, sahabat ..... :)


~Ozoga~

Tidak ada komentar: